Cobaanadalah cara Allah mengetahui maqam (tingkat) keimanan manusia.

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاۤءُ وَالضَّرَّاۤءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ البقرة ٢١٤ ḥasib'tumحَسِبْتُمْdo you thinktadkhulūتَدْخُلُوا۟you will enterl-janataٱلْجَنَّةَParadiseyatikumيَأْتِكُمhas come to youmathaluمَّثَلُlike came toalladhīnaٱلَّذِينَthose whokhalawخَلَوْا۟passed awayqablikumقَبْلِكُمۖbefore you?massathumuمَّسَّتْهُمُTouched theml-basāuٱلْبَأْسَآءُ[the] adversitywal-ḍarāuوَٱلضَّرَّآءُand [the] hardshipwazul'zilūوَزُلْزِلُوا۟and they were shakenl-rasūluٱلرَّسُولُthe Messengerwa-alladhīnaوَٱلَّذِينَand those whonaṣruنَصْرُ[will] the helpl-lahiٱللَّهِۗof Allah comeAm hasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa yaa-tikum masalul lazeena khalaw min qablikum massathumul baasaaa'u waddarraaaa'u wa zulziloo hattaa yaqoolar Rasoolu wallazeena aamanoo ma'ahoo mataa nasrul laah; alaaa inna nasral laahiqareeb al-Baq̈arah 2214Sahih InternationalOr do you think that you will enter Paradise while such [trial] has not yet come to you as came to those who passed on before you? They were touched by poverty and hardship and were shaken until [even their] messenger and those who believed with him said, "When is the help of Allah?" Unquestionably, the help of Allah is near. Al-Baqarah [2] 2141 Mufti Taqi UsmaniDo you think that you will enter Paradise while you have not yet been visited by difficult circumstances like those that were faced by the people who passed away before you? They were afflicted by hardship and suffering, and were so shaken down that the prophet, and those who believed with him, started saying “When will come the help of Allah?” Then, they were comforted by the Prophet who said to them Behold, the help of Allah is near.’2 Dr. Mustafa Khattab, the Clear Quran3 Ruwwad Translation Center4 A. J. Arberry5 Abdul Haleem6 Abdul Majid Daryabadi7 Abdullah Yusuf Ali8 Abul Ala Maududi9 Ahmed Ali10 Ahmed Raza Khan11 Ali Quli Qarai12 Ali Ünal13 Amatul Rahman Omar14 English Literal15 Faridul Haque16 Hamid S. Aziz17 Hilali & Khan18 Maulana Mohammad Ali19 Mohammad Habib Shakir20 Mohammed Marmaduke William Pickthall21 Muhammad Sarwar22 Qaribullah & Darwish23 Safi-ur-Rahman al-Mubarakpuri24 Wahiduddin Khan25 Talal Itani26 Tafsir jalalayn27 Tafseer Ibn Kathirالقرآن الكريم - البقرة2 214Al-Baqarah 2214 Alif Lam Mim Amhasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa yaa-tikum masalul lazeena khalaw min qablikum massathumul baasaaa'u waddarraaaa'u wa zulziloo hattaa yaqoolar Rasoolu wallazeena aamanoo ma'ahoo mataa nasrul laah; alaaa inna nasral laahiqareeb; Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 286 ayat “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya Bilakah datangnya pertolongan Allah.’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. QS. Al-Baqarah 214 Allah swt. berfirman am hasibtum an tadkhulul jannata “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga.” Sebelum kamu diuji dan dicoba, sebagaimana yang Allah Ta’ala timpakan kepada orang-orang yang sebelum kamu. Oleh karena itu, Dia pun berfirman wa lammaa ya’tikum matsalul ladziina khalau min qablikum massatHumul ba’saa-u wadl-dlarraa-u “Padahal belum datang kepadamu [cobaan] sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan.” Yaitu berupa berbagai macam penyakit, musibah, dan cobaan.” Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abu al-Aliyah, Mujahid, Sa’id bin Jabir, Murrah al-Hamdani, Hasan al-Bashri, Qatadah, adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas, as-Suddi, dan Mugatil bin Hayyan mengatakan, al-ba’saa berarti kefakiran, adh-dharra’ berarti penyakit, wa zulzilu berarti dibuat terguncang jiwa mereka dengan goncangan yang keras dari musuh, dan mereka diuji dengan berbagai cobaan yang sangat berat. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih, dari Khabab bin al-Arat, ia menceritakan, kami tanyakan “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak memohon pertolongan untuk kami, dan mengapa engkau tidak mendo’akan kami?” Maka beliau pun bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian, ada di antara mereka yang digergaji pada tengah-tengah kepalanya hingga terbelah sampai kedua kakinya, namun hal itu tidak memalingkan dirinya dari agama yang dipeluknya. Ada juga yang tubuhnya disisir dengan sisir besi sampai terpisah antara daging dan tulangnya, namun hal itu tidak menjadikannya berpaling dari agamanya.” Selanjutnya beliau bersabda, “Demi Allah, Allah benar-benar akan menyempurnakan perkara agama ini sehingga seorang yang berkendaraan dari Shana menuju ke Hadhramaut tidak merasa takut kecuali kepada Allah, dan hanya mengkhawatirkan serigala atas kambingnya. Tetapi kalian adalah kaum yang tergesa-gesa.” Allah berfirman yang artinya “Alif laaf miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. QS. Al-Ankabuut 1-3 Sebagian besar dari cobaan tersebut telah menimpa para Sahabat pada peristiwa perang Ahzab, sebagaimana firman Allah yang artinya “Yaitu ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan mu dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang sangat. Dan ingatlah ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.’” QS. Al-Ahzaab 10-12 Ketika Heraclius bertanya kepada Abu Sufyan “Apakah kalian memeranginya?” “Ya”, Jawab Abu Sufyan. “Bagaimana peperangan yang terjadi di antara kalian?” tanya Heraclius. Abu Sufyan menjawab “Bergantian, terkadang kami yang menang, dan terkadang dia yang memenangkannya.” Lebih lanjut Heraclius mengatakan “Demikian juga para Rasul diuji, sedangkan kemenangan terakhir adalah untuk mereka.” Dan firman Allah Ta’ala matsalul ladziina khalau min qablikum “Sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu.” Yakni, sudah menjadi ketetapan bagi mereka. Sebagaimana firman Allah yang artinya “Maka Kami telah binasakan orang-orang yang lebih besar kekuatannya daripada mereka itu kaum Musyrikin Makkah dan telah terdahulu tersebut dalam al-Qur an perumpamaan umat-umat masa lalu.” QS. Az-Zukhruf 8 Firman-Nya selanjutnya wa zulziluu hattaa yaquular rasuulu wal ladziina aamanuu ma’aHu mataa nashrullaaHi “Dan mereka digoncangkan [dengan berbagai macam cobaan] sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, Bilakah datangnya pertolongan Allah?’” Artinya, mereka memohon agar diberikan kemenangan atas musuh-musuh mereka dan berdo’a agar didekatkan dengan kemenangan serta dikeluarkan dari kesulitan dan kesusahan. Maka Allah swt. pun berfirman alaa inna nashrallaaHi qariib “Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat.” Sebagaimana Dia berfirman fa inna ma’al usri yusran inna ma’al usri yusran “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” QS. Alam Nasyrah 5-6 Dan sebagaimana difirmankan bahwa kesulitan itu diturunkan bersama pertolongan. Oleh karena itu Dia berfirman alaa inna nashrallaaHi qariib “Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat.” & Tag214, al-baqarah, Al-qur'an, albaqarah, ayat, ibnu katsir, surah, surat, ta fsir ibnu katsir, tafsir, tafsir alquran Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lamma ya’tikum matsalulladzina khalau min qablikum massathumul-ba’sa-u waddhara-u wa zulzilu hatta yaqulurasulu walladzina amanu ma-ahu mata nashrullahi, ala inna nashralllahi qaribun. ” Yang artinya: “Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga? JAKARTA - Setiap manusia pasti pernah mendapatkan cobaan hidup. Ada yang sukses melalui cobaan itu, ada pula yang justru makin menjauh dari Allah SWT. Sesungguhnya cobaan adalah cara Allah untuk mengetahui maqam tingkat keimanan manusia. Dan dengan cobaan itu, menjadikan manusia siap memasuki surga sebagaimana yang disampaikan Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 214 berbunyi “Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lamma ya’tikum matsalulladzina khalau min qablikum massathumul-ba’sa-u waddhara-u wa zulzilu hatta yaqulurasulu walladzina amanu ma-ahu mata nashrullahi, ala inna nashralllahi qaribun.” Yang artinya “Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga? Padahal belum datang padamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa kesulitan dan kesempitan, serta diguncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” Cobaan memang tidaklah menyenangkan. Cobaan pun datang dalam bentuk yang berbeda-beda, bisa dalam bentuk harta, fisik, kemiskinan, anak, pasangan hidup, bahkan hingga relasi kerja dan bisnis. Hanya saja, cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hambanya sebenarnya adalah bentuk kecintaan Allah. Bukankah dengan diturunkannya cobaan, manusia dapat teruji keimanannya? Kala menurunkan cobaan, sesungguhnya Allah tengah mencintai hamba-Nya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah SWT pernah berfirman yang artinya “Jika Aku mencintai seorang hamba, maka Aku turunkan ujian kesulitan dan kesempitan kepadanya. Hal itu agar ia memohon kepadaKu agar ujian dapat diangkat darinya melalui doa-doa yang dipanjatkan.” Hal yang harus diingat, setiap ujian atau cobaan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya selalu diselipkan solusi. Solusi tersebut umumnya disesuaikan dengan kadar tingkatan manusia itu sendiri. Hal ini ditegaskan Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 286. “La yukallifullaha nafsan illa wus-aha.” Yang artinya “Allah tidak membebani seseorang menurunkan ujian, kecuali sesuai dengan kesanggupannya.” Amhasibtum an tadkhulul-jannata wa lammā ya'lamillāhullażīna jāhadu mingkum wa ya'lamas sabirīn. Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. Yang ujiannya tercantum dalam QS. Al Baqarah ayat 214
– opening in Arabic – Dear brothers in Islam, I would like to remind myself and all of us to increase our iman, our taqwa, and to thank Allah SWT for every ni’mah especially ni’mah Islam and iman so we can come to this Jumu’ah prayer. Allah SWT says in the Quran surah Ibrahim verse 7 “la insyakartum laazidannakum wa laa inkafartum inna adzaabi lasyadid.” If we are thankful to Allah SWT, He will give us more and more ni’mah but if we deny, we have to remember that Allah’s will give us severe punishments. May peace be upon our Prophet Muhammad saw and his family, his followers. They spread Islam so we can know about Islam. First and foremost, I would like to remind us about one ayah. Allah SWT said in the Quran surah Al Jumu’ah verse 9, “Ya ayyuhal ladzina amanu idza nudiya lishshalati miy yaumil jumu’ati fas’aw ila dzikrillah ..” Oo who you believe, when the Jumu’ah call is made rush, hurry to the remembrance of Allah SWT. It’s very interesting ayah. Instead of calling it “pray” or “khutba”, Allah SWT calls it “remembrance of Allah SWT”. So, the essence of the Jumu’ah prayer is what? The remembrance of Allah. So, when we walk to masjid from our home, from our work, we should remember Allah SWT as many as possible. May Allah SWT bless us so we can always remember Him. Today InsyaAllah ta’ala I would like share with you one real story. Once upon a time my Korean friend came to me and asked me on question. He said, “I do not believe in God. If God exists why there are so many people are suffering? Why there are diseases, earthquake, etc?” Dear brothers in Islam, regarding to that question, Allah SWT already gave us the answer in the Quran. In Islam the concept of suffering is very beautiful. Allah SWT said that life is a test for us. Allah SWT wants to see our responses when He gives us test. Allah SWT says in surah Al Baqarah verse 214, “Am hasibtum an tadkhulul jannah wa lamma ya’tikum matsalul ladzina kholau min qablikum ..” Do you think that you will enter the jannah without such tests or trials as came to those who came before you? Rasulullah saw said in one hadith narrated by Imam Mulim, “Strange is the affair of the Mu’min the believers, verily all his affairs are good for him. If something pleasing befalls him he thanks to Allah and it becomes better for him. And if something harmful befalls him he is patient and it becomes better for him. And this is only for the Mu’min.” So, as a mu’min every condition that we are facing is good for us even when we are in hard time. Jalaluddin Rumi once said that, “Suffering is a gift. In it is a hidden mercy.” Suffering teaches us patience, and it also teaches us Ridhaa, which is total reliance on Allah, and serene acceptance of whatever He has decreed. It teaches us to persevere, to work hard to seek Allah’s good pleasure, his Ridwaan. It teaches us humility, it teaches compassion for those less fortunate than ourselves. May Allah SWT give us taufiq and guidance so we can be among of people of shabr ash shabirin and syukr asy syakirin. – closing in arabic Aqulu qauli hadza wastaghfirullah innahu huwal ghafururrahim – – o 0 o – – opening in arabic – In this second khutba I would like remind all of of us, when we are facing a hard situation, put Allah in the first place. Do not forget to say, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.” Indeed, everything belongs to Allah SWT and to Him all of things are return. Some people when in hardship put Allah SWT in the last palace. When they suffer, they emotions are controlled by nafs and syaithan. At that condition we have to compel our heart to remember Allah SWT by saying “Innalillahi wa ina ilaihi raji’un” and try to be patient. – du’a –
3 Firman Allah Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa ya’lamillaahul ladziina jaahaduu minkum wa ya’lamash shaabiriin artinya : Apakah kamu mengira bahw kamu akan masuk surga padahal belum nyata bagi Allah siapa orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar (Q.S. 3 : 142)
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ ٱلْبَأْسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوا۟ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصْرُ ٱللَّهِ ۗ أَلَآ إِنَّ نَصْرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ Arab-Latin Am ḥasibtum an tadkhulul-jannata wa lammā ya`tikum maṡalullażīna khalau ming qablikum, massat-humul-ba`sā`u waḍ-ḍarrā`u wa zulzilụ ḥattā yaqụlar-rasụlu wallażīna āmanụ ma'ahụ matā naṣrullāh, alā inna naṣrallāhi qarībArtinya Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. Al-Baqarah 213 ✵ Al-Baqarah 215 »Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangHikmah Mendalam Mengenai Surat Al-Baqarah Ayat 214 Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 214 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada berbagai hikmah mendalam dari ayat ini. Terdokumentasikan berbagai penafsiran dari para pakar tafsir terhadap kandungan surat Al-Baqarah ayat 214, di antaranya seperti di bawah ini📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi ArabiaApakah kalian mengira wahai kaum Mukminin akan memasuki surga, sedang belum datang kepada kalian cobaan yang serupa dengan ujian yang telah menimpa kaum Mukminin yang telah berlalu sebelum kalian seperti cobaan kemiskinan, menderita berbagai penyakit, dilanda rasa takut dan cekaman kegelisahan, dan digoncang dengan berbagai macam rasa takut, hingga Rasul mereka dan kaum mukminin yang bersamanya mengatakan, lantaran menginginkan pertolongan yang segera dari Allah," Kapan Pertolongan Allah tiba ? " Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat dengan kaum Mukminin.📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid Imam Masjidil Haram214. Apakah kalian -wahai orang-orang mukmin- menyangka akan masuk surga sedangkan kalian belum menerima ujian seperti yang diterima oleh orang-orang sebelum kalian. Mereka dahulu ditimpa kemiskinan dan penyakit yang berat, serta diguncang oleh beragam ketakutan. Bahkan ujian yang mereka terima memaksa mereka untuk meminta segera diberikan pertolongan dari Allah. Sehingga Rasul dan orang-orang mukmin yang menyertainya berkata, “Kapan pertolongan Allah akan datang?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat dengan orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada-Nya.📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah214. Hai orang-orang beriman, apakah kalian mengira akan dapat masuk surga hanya dengan keimanan semata, sedangkan keimanan kalian belum diuji dengan musibah seperti yang menimpa orang-orang beriman sebelum kalian; mereka telah tertimpa kemiskinan, penyakit, ketakutan, dan berbagai musibah lainnya. Rasulullah dan orang-orang beriman merasa bahwa pertolongan Allah lama kedatangannya dengan mengatakan “Kapan akan datang pertolongan Allah yang telah dijanjikan kepada kita?” Bergembiralah dengan kedatangan pertolongan-Nya, karena sekarang telah datang dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah214. أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلِكُم ۖ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَآءُ Mereka ditimpa oleh malapetaka Yakni kemiskinan dan kefakiran. وَالضَّرَّآءُ dan kesengsaraan Yakni wabah penyakit dan luka-luka di jalan Allah. وَزُلْزِلُوا۟ serta digoncangkan Yakni ditakut-takuti dan diganggu dengan gangguan yang sangat. حَتَّىٰ يَقُولَ sehingga berkatalah Rasul Yakni keadaan ini terus berlangsung sampai pada titik dimana Rasul dan orang-orang yang bersamanya mengatakan perkataan ini. مَتَىٰ نَصْرُ اللَّـهِ ۗ “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Mereka mengatakan perkataan ini sebagai bentuk permohonan pertolongan dan merasakan lambatnya kedatangannya dan lamanya keterlambatannya. Maka Allah memberi mereka kabar gembira dengan firman-Nya أَلَآ إِنَّ نَصْرَ اللَّـهِ قَرِيبٌ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia1 . Jalan menuju surga tidak akan diraih kecuali dengan kesabaran, bacalah firman Allah { أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ } "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.". 2 . Barangsiapa yang menginginkan ketenangan dan menolak gangguan dan tidak pula ingin menyalahi dirinya, serta tidak menghendaki berhadapan dengan rintangan, maka dia tidak akan menggapai jalan menuju surga. { أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا }. 3 . Sesungguhnya iman itu menetap di lubuk hati setiap orang, akan tetapi ia butuh getaran yang kuat yang membuatnya terangkat dan nampak, oleh karena itu terkadang musibah dan tekanan membuat iman itu nampak. 4 . Tadabburilah ayat ini jika ummat tertimpa suatu musibah keras { حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ } ketika musibah tengah menghampiri mereka hingga musibah itu mencapai derajatnya yang paling keras, mereka pun berkata { مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ } yakni mereka memohon kemenangan atas musuh-musuh mereka, dan mereka berdoa kepada Allah memohon penyelesaian masalah.📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah214. Ataukah kalian mengira bahwa kalian akan dimasukkan surga hanya karena keimanan kalian saja dan tidak ditimpa sesuatu layaknya orang-orang sebelum kalian seperti penderitan, cobaan, ketakutan, kefakiran, sakit, lapar, dan diri mereka harus menerima ketakutan dan teror, serta dan mereka terus ditimpa musibah sampai pada keadaan dimana nabi dan orang-orang mukmin berkata ketika ditimpa musibah “Kapankah pertolongan Allah yang dijanjikan untuk kita datang?” Dan pertolongan Allah itu sangat dekat dengan orang-orang mukmin. Ayat ini turun pada hari peperangan khandaq, ketika orang-orang mukmin ditimpa kesusahan, penderitaan, panas, dingin, kehidupan yang sukar, an berbagai macam kesulitan, sebagaimana firman Allah SWT {Hunaalikabtalal mu’minuuna wazulziluu zilzaalan syadiidaa} Al-Ahzab 33/11Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Awaji, professor tafsir Univ Islam MadinahApakah kalian mengira} kalian mengira {bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian sesuatu seperti orang-orang terdahulu sebelum kalian} dan kalian belum ditimpa oleh hal serupa yang menimpa orang-orang terdahulu sebelum kalian {Mereka ditimpa kemelaratan} kefakiran dan kesusahan {penderitaan} penyakit {mereka diguncang} mereka diguncang dengan berbagai cobaan {sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H214. Allah mengabarkan bahwasanya dia sudah pasti akan menguji hamba hambaNya dengan kesenangan dan kesengsaraan, serta kesulitan sebagaimana yang Dia lakukan terhadap orang-orang yang sebelumnya, karena itu adalah sunnahNya yang berjalan, yang tidak berganti dan tidak berubah. Yaitu bahwa barangsiapa yang menegakkan agama dan syariatNya, ia pasti akan diuji, apabila dia bersabar dalam perintah Allah dan tidak mempedulikan kesulitan yang menghadang di hadapannya, maka dia adalah orang yang benar dan mendapatkan kebahagiaan yang sempurna dan jalan kepemimpinan. Dan barangsiapa yang menjadikan fitnah ujian manusia seperti siksa dari Allah, yakni bahwa dia terhalang oleh segala kesulitan dari tujuan yang ditempuhnya, dan dia dibelokkan oleh cobaan-cobaan dari maksud dan sasarannya, maka dia adalah pembohong dalam pengakuan keimanannya ketika keimanan itu bukanlah dengan kekaguman, angan-angan, dan sebatas pengakuan, hingga perbuatan yang akan membenarkan atau mendustakannya. Sesungguhnya telah terjadi pada umat-umat terdahulu apa yang diceritakan oleh Allah tentang mereka, “mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan,” yakni, kemiskinan dan penyakit pada tubuh mereka, “serta digoncangkan dengan bermacam macam cobaan,” dengan berbagai macam ketakutan seperti ancaman pembunuhan dan pengusiran, harta mereka diambil, pembunuhan orang-orang yang dicintai, dan macam-macam hal yang berbahaya hingga kondisi mereka memuncak dan goncangan itu membuat mereka merasa bahwa kedatangan pertolongan Allah itu lambat padahal mereka yakin akan kedatangannya. Akan tetapi karena situasi yang dahsyat dan kesulitan itu hingga berkatalah “Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, Bilakah datangnya Pertolongan Allah?’” Dan ketika datang pertolongan Allah pada kesusahan, dan setiap kali perkara telah terasa sulit kemudian menjadi lapang, Allah berfirman, “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” Demikianlah setiap orang yang menegakkan kebenaran itu pasti akan diuji, dan ketika persoalannya semakin sulit dan susah lalu dia bersabar dan tegar menghadapinya, niscaya ujian tersebut akan berubah menjadi anugerah untuknya, dan segala kesulitan itu menjadi ketenangan, lalu Allah mengusulkan semua itu dengan kemenangannya atas musuh-musuhnya serta mengobati penyakit yang ada dalam hatinya. Ayat ini sejalan dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar." QS. Al-imran ayat 142 "ALIF LAM MIM. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta" QS. Al-ankabut ayat 1-3 Ketika ujian itu ada, maka seseorang menjadi mulia atau menjadi hina karenanya.📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid NabawiMakna kata { أَمۡ حَسِبۡتُمۡ } Am Hasibtum Apakah engkau mengira. Kata Am di sini diartikan Al-munqathi’ah, terputus, mata diartikan seperti arti bal tetapi dan hamzah, sehingga menjadi pertanyaan untuk pengingkaran. Mengingkari perkiraan mereka karena tidak pada tempatnya. { لَمَّا } Lammaa Huruf lam merupakan lam nafiyah yang bermakna belum. { َّثَلُ } Matsalu Sifat dan keadaan orang-orang sebelum kalian. { ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ } Al-Ba’saa wadh Dharraa’ al-Ba’saa berarti kesusahan, yaitu kesusahan memenuhi kebutuhan atau yang lainnya. Sedangkan adh-Dharraa’ adalah penyakit, luka, ataupun pembunuhan. { مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ } Mata nashrullah pertanyaan berisi harapan, disebabkan lambatnya pertolongan datang. Makna ayat Allah Ta’ala mengingkari kaum mukminin dan mereka sedang dalam keadaan kesulitan dan kesusahan bahwa mereka akan masuk surga tanpa ujian dan cobaan, baik dalam diri, harta. Akan tetapi akan menimpa mereka apa yang telah menimpa orang-orang sebelum mereka dengan berbagai bentuk kesulitan dan penyakit, dan kegoncangan. Dimana hal itu adalah kegoncangan dan kekhawatiran dari berbagai hal yang menakutkan. Sampai-sampai Rasul dan orang-orang mukmin yang bersamanya mempertanyakan datangnya pertolongan yang dijanjikan kepada mereka. “Kapankah datang pertolongan Allah?”. Maka Allah Ta’ala menjawab pertanyaan mereka itu dengan firman Nya “Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” Pelajaran dari ayat • Ujian dengan berbagai beban dari syariat, seperti jihad dengan mengorbankan jiwa, harta, merupakan hal yang penting sebagai jalan masuk ke dalam surga. • Anjuran untuk mengambil tealad dan contoh dari orang-orang shalih dalam beramal dan bersabar. • Kemungkinan untuk terjadi hal-hal yang manusiawi pada diri rasul, seperti kekhawatiran dan merasa lambat datangnya janji ilahi yang sangat ditunggu-tunggu kedatangannya. • Penjelasan mengenai ujian yang menimpa Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya berupa kesulitan dan kesusahan, tatkala sedang berjihad dan diboikot oleh orang-orang dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-SyawiSurat Al-Baqarah ayat 214 Ini adalah arahan kepada nabi ﷺ dan pengikutnya yang pemberani serta anjuran bagi mereka tetap kokoh dan sadar mendapatkan pertolongan.📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, ini menunjukkan bahwa termasuk sunnatullah yang tidak dapat dirubah adalah memberikan ujian dan cobaan kepada orang yang menegakkan agama dan syari'at-Nya . jika seseorang bersabar terhadap perintah Allah dan tidak peduli terhadap rintangan yang menghadang, maka dia adalah orang yang benar imannya dan akan memperoleh kebahagiaan secara sempurna. Sebaliknya, orang yang menjadikan gangguan manusia sebagai azab Allah, yakni rintangan tersebut malah menjadikannya berpaling dari perintah Allah dan agama-Nya, maka imannya dusta. Yakni kemiskinan yang sangat berat. Seperti penyakit. Misalnya diancam untuk dibunuh, diasingkan, diambil hartanya, dibunuh kekasihnya dsb. Cobaan tersebut bahkan sampai pada tingkatan menyangka lambatnya pertolongan Allah padahal mereka yakin terhadap pertolongan-Nya. Akan tetapi karena keadaan yang sangat kritis itu yang membuat mereka sampai berkata seperti itu. Ayat ini menunjukkan bahwa kelonggaran datang ketika terjadi kesempitan dan kemudahan setelah kesulitan. Setiap kali penderitaan semakin menjadi, maka ketika ia bersabar ujian berubah menjadi nikmat, kelelahan berubah menjadi istirahat, dan diakhiri dengan kemenangan terhadap musuh sekaligus obat terhadap rasa sakit di hati.📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 214Ketika orang-orang mukmin di madinah menderita kemiskinan karena meninggalkan harta benda mereka di mekah dan juga akibat peperangan yang terjadi, Allah bertanya untuk menguji mereka. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan dan penderitaan, dan diguncang dengan berbagai cobaan, sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, kapankah datang pertolongan Allah' ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Ayat ini memotivasi orang-orang beriman yang sedang menghadapi bermacam kesulitan dan menumbuhkan keyakinan bahwa tidak lama lagi akan datang pertolongan Allah yang membawa mereka menuju kemenangan. Diriwayatkan bahwa seorang pria lanjut usia dan kaya raya bernama amr bin al-jamuh al-anshari bertanya kepada rasulullah, harta apa yang sebaiknya aku nafkahkan dan kepada siapa aku berikan' Allah lalu menurunkan ayat ini untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mereka bertanya kepadamu, wahai nabi Muhammad, tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, seperti saudara kandung, paman, bibi, dan anak-anak mereka, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Mereka hendaknya diprioritaskan untuk menerima infak sebelum orang lain. Infak pada ayat ini adalah sedekah yang bersifat anjuran, bukan zakat yang diwajibkan dalam agama dan telah ditentukan siapa yang berhak menerimanya seperti dibahas pada surah at-taubah/9 60. Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah maha mengetahui. Dalam ayat ini kata al-khair disebut dua kali; yang pertama berarti harta al-ma'l dan yang kedua berarti kebajikan dalam arti dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangItulah kumpulan penjabaran dari berbagai ulama tafsir terkait isi dan arti surat Al-Baqarah ayat 214 arab-latin dan artinya, semoga bermanfaat untuk kita semua. Sokong dakwah kami dengan memberi backlink ke halaman ini atau ke halaman depan Link Tersering Dikaji Ada berbagai halaman yang tersering dikaji, seperti surat/ayat Yasin, Al-Waqi’ah, Do’a Sholat Dhuha, Shad 54, Al-Mulk, Al-Kahfi. Juga Asmaul Husna, Al-Baqarah, Ayat Kursi, Ar-Rahman, Al-Kautsar, Al-Ikhlas. YasinAl-Waqi’ahDo’a Sholat DhuhaShad 54Al-MulkAl-KahfiAsmaul HusnaAl-BaqarahAyat KursiAr-RahmanAl-KautsarAl-Ikhlas Pencarian surat al baqarah ayat 1-5, surat al-kautsar, at tariq, al baqarah 275, surat al mulk lengkap Dapatkan amal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat. Plus dapatkan bonus buku digital "Jalan Rezeki Berlimpah" secara 100% free, 100% gratis Caranya, salin text di bawah dan kirimkan ke minimal tiga 3 group WhatsApp yang Anda ikuti Silahkan nikmati kemudahan dari Allah Ta’ala untuk membaca al-Qur’an dengan tafsirnya. Tinggal klik surat yang mau dibaca, klik nomor ayat yang berwarna biru, maka akan keluar tafsir lengkap untuk ayat tersebut 🔗 *Mari beramal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat ini* Setelah Anda melakukan hal di atas, klik tombol "Dapatkan Bonus" di bawah

Amhasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa yaa-tikum masalul lazeena khalaw min qablikum massathumul baasaaa’u waddarraaaa’u wa zulziloo hattaa yaqoolar Rasoolu wallazeena aamanoo ma’ahoo mataa nasrul laah; alaaa inna nasral laahi qareeb;

We trust our Lord will give us a better garden than this, for we are indeed turning to our Lord with hope.” Quran 6832 As for those who believe, do good, and have faith in what has been revealed to Muḥammad—which is the truth from their Lord—He will absolve them of their sins and improve their condition. Quran 472 Friday 18 Jumadil Akhir 1443 / 21 January 2022. Menu. HOME; NEWS Politik; Hukum; Pendidikan; Umum; News Analysis Why the name Al-Baqarah?Al-Baqarah the Cow has been so named from the story of the Cow occurring in this Surah vv. 67-73. It has not, however, been used as a title to indicate the subject of the Surah. It will, therefore, be as wrong to translate the name Al-Baqarah into "The Cow" or "The Heifer" as to translate any English name, say Mr. Baker, Mr. Rice, Mr. Wolf etc., into their equivalents in other languages or vice versa, because this would imply that the Surah dealt with the subject of "The Cow". Many more Surahs of the Quran have been named in the same way because no comprehensive words exist in Arabic in spite of its richness to denote the wide scope of the subject discussed in them. As a matter of fact all human languages suffer from the same it is a Madani Surah, it follows naturally a Makki Surah Al- Fatihah, which ended with the prayer "Show us the straight way." It begins with the answer to that prayer, "This is the Book that...is guidance..."The greater part of Al-Baqarah was revealed during the first two years of the Holy Prophet's life at Al-Madinah. The smaller part which was revealed at a later period has been included in this Surah because its contents are closely related to those dealt with in this Surah. For instance, the verses prohibiting interest were revealed during the last period of the Holy prophet's life but have been inserted in this Surah. For the same reason, the last verses 284-286 of this Surah which were revealed at Makkah before the migration of the Holy Prophet to AI-Madinah have also been included in BackgroundIn order to understand the meaning of this Surah, we should know its historical backgroundAt Makkah the Quran generally addressed the mushrik Quraish who were ignorant of Islam, but at Al-Madinah it was also concerned with the Jews who were acquainted with the creed of the Unity of Allah, Prophethood, Revelation, the Hereafter and angels. They also professed to believe in the law which was revealed by Allah to their Prophet Moses Allah's peace be upon him, and in principle, their way was the same Islam that was being taught by Prophet Muhammad Allah's peace be upon him. But they had strayed away from it during the centuries of degeneration and had adopted many un-Islamic creeds, rites and customs of which there was no mention and for which there was no sanction in the Torah. Not only this they had tampered with the Torah by inserting their own explanations and interpretations into its text. They had distorted even that part of the Word of God which had remained intact in their Scriptures and taken out of it the real spirit of true religion and were now clinging to a lifeless frame of rituals. Consequently their beliefs, their morals and their conduct had gone to the lowest depths of degeneration. The pity is that they were not only satisfied with their condition but loved to cling to it. Besides this, they had no intention or inclination to accept any kind of reform. So they became bitter enemies of those who came to teach them the Right Way and did their worst to defeat every such effort. Though they were originally Muslims, they had swerved from the real Islam and made innovations and alterations in it and had fallen victims to hair splitting and sectarianism. They had forgotten and forsaken Allah and begun to serve mammon. So much so that they had even given up their original name "Muslim" and adopted the name "Jew" instead, and made religion the sole monopoly of the children of was their religious condition when the Holy Prophet went to Al-Madinah and invited the Jews to the true religion. That is why more than one third of this Surah has been addressed to the children of Israel. A critical review of their history, their moral degeneration and their religious perversions has been made; side by side with this the high standard of morality and the fundamental principles of the pure religion have been put forward in order to bring out clearly the nature of the degeneration of the community of a prophet when it goes astray and to draw clear lines of demarcation between real piety and formalism, and the essentials and non-essentials of the true religion. At Makkah Islam was mainly concerned with the propagation of its fundamental principles and the moral training of its followers. But after the migration of the Holy Prophet to Al-Madinah, where Muslims had come to settle from all over Arabia and where a tiny Islamic State had been set up with the help of the Ansar local supporters, naturally the Quran had to turn its attention to the social, cultural, economic, political and legal problems as well. This accounts for the difference between the themes of the surahs revealed at Makkah and those at Al-Madinah. Accordingly about half of this Surah deals with those principles and regulations which are essential for the integration and solidarity of a community and for the solution of its the migration to Al-Madinah, the struggle between Islam and un-Islam had also entered a new phase. Before this the Believers, who propagated Islam among their own clans and tribes, had to face its opponents at their own risk. But the conditions had changed at Al-Madinah, where Muslims from all parts of Arabia had come and settled as one community, and had established an independent city state. Here it became a struggle for the' survival of the Community itself, for the whole of non- Muslim Arabia was bent upon and united in crushing it totally. Hence the following instructions, upon which depended not only its success but its very survival, were revealed in this Surah -The Community should work with the utmost zeal to propagate its ideology and win over to its side the greatest possible number of people. It should so expose its opponents as to leave no room for doubt in the mind of any sensible person that they were adhering to an absolutely wrong position. It should infuse in it's members the majority of whom were homeless and indigent and surrounded on all sides by enemies that courage and fortitude which is so indispensable to their very existence in the adverse circumstances in which they were struggling and to prepare them to face these boldly. It should also keep them ready and prepared to meet any armed menace, which might come from any side to suppress and crush their ideology, and to oppose it tooth and nail without minding the overwhelming numerical strength and the material resources of its enemiesIt should also create in them that courage which is needed for the eradication of evil ways and for the establishment of the Islamic Way is why Allah has revealed in this Surah such instructions as may help achieve all the above mentioned this period, a new type of "Muslims," munafiqin hypocrites, had begun to appear. Though signs of duplicity had been noticed during the last days at Makkah, they took a different shape at Al-Madinah. At Makkah there were some people who professed Islam to be true but were not prepared to abide by the consequences of this profession and to sacrifice their worldly interests and relations and bear the afflictions which inevitably follow the acceptance of this creed. But at Al-Madinah different kinds of munafiqin hypocrites began to appear. There were some who had entered the Islamic fold merely to harm it from within. There were others who were surrounded by Muslims and, therefore, had become "Muslims" to safeguard their worldly interests. They, therefore, continued to have relations with the enemies so that if the latter became successful, their interests should remain secure. There were still others who had no strong conviction of the truth of Islam but had embraced it along with their clans. Lastly, there were those who were intellectually convinced of the truth of Islam but did not have enough moral courage to give up their former traditions, superstitions and personal ambitions and live up to the Islamic moral standards and make sacrifice in its the time of the revelation of Al-Baqarah, all sorts of hypocrites had begun to appear. Allah has, therefore, briefly pointed out their characteristics here. Afterwards when their evil characteristics and mischievous deeds became manifest, Allah sent detailed instructions about GuidanceThis Surah is an invitation to the Divine Guidance and all the stories, incidents etc., revolve round this central theme. As this Surah has particularly been addressed to the Jews, many historical events have been cited from their own traditions to admonish and advise them that their own good lies in accepting the Guidance revealed to the Holy Prophet. They should, therefore, be the first to accept it because it was basically]y the same that was revealed to Prophet Moses Allah's peace be upon him.Topics and their InterconnectionThese introductory verses declare the Quran to be the Book of Guidance enunciate the articles of the Faith - belief in Allah, Prophethood and Life-after-death; divide mankind into three main groups with regard to its acceptance or rejection - Believers, disbelievers and hypocrites. 1 - 20Allah invites mankind to accept the Guidance voluntarily and to submit to Him, the Lord and the Creator of the Universe and to believe in the Quran, His Guidance, and in the Life-after-death. 21 - 29The story of the appointment of Adam as Allah's Vicegerent on Earth, of his life in the Garden, of his falling a prey to the temptations of Satan, of his repentance and its acceptance, has been related to show to mankind Adam's offspring, that the only right thing for them is to accept and follow the Guidance. This story also shows that the Guidance of Islam is the same that was given to Adam and that it is the original religion of mankind. 30 - 39In this portion invitation to the Guidance has particularly been extended to the children of Israel and their past and present attitude has been criticized to show that the cause of their degradation was their deviation from the Guidance. 40 - 120The Jews have been exhorted to follow Prophet Muhammad Allah's peace be upon him who had come with the same Guidance and who was a descendant and follower of Prophet Abraham whom they highly honoured as their ancestor, and professed to follow as a prophet. The story of the building of the Ka`abah by him has been mentioned because it was going to be made the qiblah of the Muslim Community. 121 - 141In this portion, the declaration of the change of qiblah from the Temple Jerusalem to the Ka`abah Makkah has been made as a symbol of the change of leadership from the children of Israel to the Muslim Community, which has also been fore-warned to guard against those transgressions against the Guidance that had led to the deposition of the Jews. 142 - 152In this portion practical measures have been prescribed to enable the Muslims to discharge the heavy responsibilities of the leadership that had been entrusted to them for the promulgation of Guidance. Salat, Fast, Zakat, Haj and Jihad have been prescribed for the moral training of the Ummat. The Believers have been exhorted to obey authority, to be just, to fulfill pledges, to observe treaties, to spend wealth etc., in the way of Allah. Laws, rules and regulations have been laid down for their organization, cohesion and conduct of day-to-day life and for the solution of social, economic, political and international problems; on the other hand, drinking, gambling, lending money on interest etc., have been prohibited to keep the Ummat safe from disintegration. In between these, the basic articles of the Faith have been reiterated at suitable places, for these alone can enable and support one to stick to the Guidance. 153 - 251These verses serve as an introduction to the prohibition of lending money on interest. The true conception of Allah, Revelation and Life-after-death has been emphasized to keep alive the sense of accountability. The stories of Prophet Abraham Allah's peace be upon him and of the one who woke up after a sleep of hundred years have been related to show that Allah is All-Powerful and is able to raise the dead and call them to account. The Believers, therefore, should keep this fact in view and refrain from taking interest on money. 252 - 260The theme of 153 - 251 has been resumed and the Believers have been exhorted to spend in the way of Allah in order to please Him alone. In contrast to this, they have been warned against the evils of lending money on interest. Instructions have also been given for the honest conduct of day-to-day business transactions. 261 - 283The basic articles of the Faith have been recapitulated here at the end of the Surah, just as they were enunciated at its beginning. Then the Surah ends with a prayer which the Muslim Community needed very much at that time when they were encountering untold hardships in the propagation of the Guidance. 284 - 286
Waliyumahhisal laahul lazeena aamanoo wa yamhaqal kaafireen 142. Am hasibtum an tadkhulul Jannnata wa lammaa ya'lamil laahul lazeena jaahadoo minkum wa ya'lamas saabireen 143. Wa laqad kuntum tamannnawnal mawta min qabli an talqawhu faqad ra aitumoohu wa antum tanzuroon (section 14) 144.
Bacaan Al Qur’an Juz 2 Latin dimulai dari surat Al Baqarah ayat 142 dan berakhir pada ayat 252. Juz 2 latin ini berjumlah 111 sufahã’u minan nāsi mā wallāhum an Qiblatihimul latᴉᴉ kānū alaihā; qul lillāhil masyriqu walmaghrib; yahdᴉᴉ mai yasyã’u ilā Sirātim Mustaqᴉᴉm143Wa kazālika ja’alnākum ummatanw wasatal litakūnū syuhadã’a alan nāsi wa yakūnar Rasūlu alaikum syahᴉᴉdā; wa mā ja’alnal qiblatal latᴉᴉ kunta alaihã illā lina’lama mai yattabi’ur Rasūla mimmai yanqalibu alā aqibayh; wa in kānat lakabᴉᴉratan illā alal lazᴉᴉna hadal lāh; wa mā kānal lāhu liyudᴉᴉ’a ᴉᴉmānakum; innal lāha binnāsi la Ra’ūfur Rahᴉᴉm144Qad narā taqalluba wajhika fis samã’i fala nuwalliyannaka qiblatan tardāhā; fawalli wajhaka syatral Masjidil hārām; wa haisu mā kuntum fawallū wujūhakum syatrah; wa innal lazᴉᴉna ūtul Kitāba laya’lamūna annahul haqqu mir Rabbihim; wa mal lāhu bighāfilin ammā ya’malūn145Wa la’in ataital lazᴉᴉna ūtul kitāba bikulli āyatim mā tabi’ū Qiblatak; wa mã anta bitābi’in Qiblatahum; wa mā ba’duhum bitābi”in Qiblata ba’d; wa la’init taba’ta ahwã’ahum mim ba’di mā jã’aka minal ilmi innaka izal laminaz zālimᴉᴉn146Allazᴉᴉna ātaināhumul kitāba ya’rifūnahū kamā ya’rifūna abnã’ahum wa inna farᴉᴉqam minhum layaktumūnal haqqa wa hum ya’lamūn147Alhaqqu mir Rabbika falā takūnana minal mumtarᴉᴉn148Wa likullinw wijhatun huwa muwallᴉᴉhā fastabiqul khairāt; ayna mā takūnū yāti bikumullāhu jamᴉᴉ’ā; innal lāha alā kulli syai’in qadᴉᴉr149Wa min haisu kharajta fawalli wajhaka syatral Masjidil Harām; wa innahū lalhaqqu mir Rabbik; wa mallāhu bighāfilin ammā ta’malūn150Wa min haisu kharajta fawalli wajhaka syatral Masjidil Harām; wa haisu mā kuntum fawallū wujūhakum syatrahū li’allā yakūna linnāsi alaikum hujjatun illal lazᴉᴉna zalamū minhum falā takhsyawhum wakhsyawnᴉᴉ wa liutimma ni’matᴉᴉ alaikum wa la’allakum tahtadūn151kamã arsalnā fᴉᴉkum Rasūlam minkum yatlū alaikum āyātina wa yuzakkᴉᴉkum wa yu’alli mukumul kitāba wal hikmata wa yu’allimukum mā lam takūnū ta’lamūn152Fazkurūnĩ azkurkum wasykurū lᴉᴉ wa lā takfurūn153Yã ayyuhal lāzᴉᴉna āmanus ta’ᴉᴉnū bissabri was Salāh; innal lāha ma’as-sābirᴉᴉn154Wa lā taqūlū limai yuqtalu fᴉᴉ sabᴉᴉlil lāhi amwāt; bal ahyã’unw wa lākil lā tasy’urūn155Wa lanablu wannakum bisyai’im minal khawfi waljū’i wa naqsim minal amwāli wal anfusi was samarāt; wa basysyiris sābirᴉᴉn156Allazᴉᴉna izã asābathum musᴉᴉbatun qālũ innā lillāhi wa innã ilaihi rāji’ūn157Ulã’ika alaihim salawātun mir Rabbihim wa rahma; wa ulã’ika humul muhtadūn158Innas Safā wal-Marwata min sya’ã’iril lāhi faman hajjal Baita awi’tamara falā junāha alaihi ai yattawwafa bihimā; wa man tatawwa’a khairan fa innal lāha Syākirun’Alᴉᴉm159Innal lazᴉᴉna yaktumūna mã anzalnā minal baiyināti walhudā mim ba’di mā baiyannāhu linnāsi fil kitābi ulã’ika yal’anuhumul lāhu wa yal’anuhumul lā inūn160Illal lazᴉᴉna tābū wa aslahū wa baiyanū fa ulã’ika atūbu alaihim; wa Anat Tawwābur Rahᴉᴉm161Innal lazᴉᴉna kafarū wamā tū wa hum kuffārun ulã’ika alaihim la natul lāhi walmalā’ikati wannāsi ajma’ᴉᴉn162khālidᴉᴉna fᴉᴉha lā yukhaffafu anhumul azābu wa lā hum yunzarūn163Wa ilāhukum illāhunw wāhid, lã ilāha illā Huwar Rahmānur Rahᴉᴉm164Inna fᴉᴉ khalqis samāwāti wal ardi wakhtilāfil laili wannahāri walfulkil latᴉᴉ tajrᴉᴉ fil bahri bimā yanfa’unnāsa wa mã anzalal lāhu minas samã’i mim mã’in fa ahyā bihil arda ba’da mawtihā wa bas sa fᴉᴉhā min kulli dãbbatinw wa tasrᴉᴉfir riyāhi wassahābil musakhkhari bainas samã’i wal ardi la āyātil liqawminy ya’qilūn165Wa minan nāsi mai yattakhizu min dūnil lāhi andādai yuhibbūnahum kahubbil lāhi wallazᴉᴉna āmanũ asyaddu hubbal lillah; wa law yaral lazᴉᴉna zalamū iz yarawnal azāba annal quwwata lillāhi jamᴉᴉ’anw wa annallāha syadᴉᴉdul azāb166Iz tabarra al lazᴉᴉnat tubi’ū minal lazᴉᴉnattaba’ū wa ra awul azāba wa taqatta’at bihimul asbāb167Wa qālal lazᴉᴉnat taba’ū law anna lanā karratan fanatabarra a minhum kamā tabarra’ū minnā; kazālika yurᴉᴉhimullāhu a’mālahum hasarātin alaihim wa mā hum bikhārijᴉᴉna minan Nār168Yã ayyuhan nāsu kulū mimmā fil ardi halālan taiyibanw wa lā tattabi’ū khutu wātisy Syaitān; innahū lakum aduwwum mubᴉᴉn169Innamā yāmurukum bissũ’i walfahsyã’i wa an taqūlū alal lāhi mā lā ta’lamūn170Wa izā qᴉᴉla lahumuttabi’ū mã anzalal lāhu qālū bal nattabi’u mã alfainā alaihi ābã’anã; awalaw kāna ābã’uhum lā ya’qilūna syai’anw wa lā yahtadūn171Wa masalul lazᴉᴉna kafarū kamasalil lazᴉᴉ yan’iqu bimā lā yasma’u illā du’ã’anw wa nidã’ā; summum bukmun umyun fahum lā ya’qilūn172Yã ayyuhal lazᴉᴉna āmanū kulū min taiyibāti mā razaqnākum wasykurū lillāhi in kuntum iyyāhu ta’budūn173Innamā harrama alaikumul maitata waddama wa lahmal khinzᴉᴉri wa mã uhilla bihᴉᴉ lighairil lāhi famanid turra ghaira bāghinw wa lā ādin falã isma alaih; innal lāha Ghafūrur Rahᴉᴉm174Innal lazᴉᴉna yaktumūna mã anzalal lāhu minal kitābi wa yasytarūna bihᴉᴉ samanan qalᴉᴉlan ulã’ika mā yākulūna fᴉᴉ butūnihim illan Nāra wa lā yukallimu humul lāhu Yawmal Qiyāmati wa lā yuzakkᴉᴉhim wa lahum azābun alᴉᴉm175Ulã’ikal lazᴉᴉnasy tarawud dalālata bilhudā wal’azāba bilmaghfirah; famã asbarahum alan Nār176Zālika bi annal lāha nazzalal kitāba bilhaqq; wa innal lazᴉᴉnakh talafū fil kitābi lafᴉᴉ syiqāqim ba’ᴉᴉd177Laisal birra an tuwallū wujūhakum qibalal masyriqi walmaghribi wa lākinnal birra man āmana billāhi wal yawmil ākhiri wal malã ikati wal kitābi wan nabiyyᴉᴉna wa ātalmāla alā hubbihᴉᴉ zawilqurbā walyatā mā walmasākᴉᴉna wabnas sabᴉᴉli wassã’ilᴉᴉna wa firriqābi wa aqāmas salāta wa ātaz zakāta walmūfūna bi ahdihim izā āhadū wasābirᴉᴉna fil bāsã’i waddarrã’i wa hᴉᴉnal bās; ulã’ikal lazᴉᴉna sadaqū wa ulã ika humul muttaqūn178Yã ayyuhal lazᴉᴉna āmanū kutiba alaikumul qisāsu fil qatlā alhurru bilhurri wal’abdu bil’abdi wal unsā bil unsā; faman ufiya lahū min akhᴉᴉhi syai’un fattibā’um bilma’rūfi wa adã’un ilaihi bi ihsān; zālika takhfᴉᴉfum mir rabikum wa rahmah; famani’ tadā ba’da zālika falahū azābun alᴉᴉm179Wa lakum fil qisāsi hayātuny yã ulil albābi la allakum tattaqūn180Kutiba alaikum izā hadara ahadakumul mawtu in taraka khairanil wasiyyatu lilwālidaini wal aqrabᴉᴉna bilma’rūfi haqqan alalmut taqᴉᴉn181Famam baddalahū ba’da mā sami’ahū fa innamã ismuhū alallazᴉᴉna yubaddi lūnah; innallaha Samᴉᴉ’un Alᴉᴉm182Faman khāfa mim mūsin janafan aw isman fa aslaha bainahum falã ismā alayh; innal lāha Ghafūrur Rahᴉᴉm183Yā ayyuhal lazᴉᴉna āmanū kutiba alaikumus Siyāmu kamā kutiba alal lazᴉᴉna min qablikum la’allakum tattaqūn184Ayyāmam ma’dūdāt; faman kāna minkum marᴉᴉdan aw’alā safarin fa’iddatum min ayyāmin ukhar; wa alal lazᴉᴉna yutᴉᴉqūnahū fidyatun ta’āmu miskᴉᴉnin faman tatawwa’a khairan fahuwa khairul lahū wa an tasūmū khairul lakum in kuntum ta’lamūn185Syahru Ramadānallazĩ unzila fᴉᴉhil Qur’ānu hudal linnāsi wa baiyinātim minal hudā wal furqān; faman syahida minkumusy syahra falyasumhu wa man kāna marᴉᴉdan aw alā safarin fa’iddatum min ayyāmin ukhar; yurᴉᴉdul lāhu bikumul yusra wa lā yurᴉᴉdu bikumul usra wa litukmilul iddata wa litukabbirul lāha alā mā hadākum wa la’allakum tasykurūn186Wa izā sa alaka ibādᴉᴉ annnᴉᴉ fa innᴉᴉ qarᴉᴉbun ujᴉᴉbu da’wataddā’i izā da’āni falyastajᴉᴉbū lᴉᴉ wal yu’minū bᴉᴉ la’allahum yarsyudūn187Uhilla lakum laylatas Siyāmir rafasu ilā nisã’ikum; hunna libāsullakum wa antum libāsullahunn; alimal lāhu annakum kuntum takhtānūna anfusakum fatāba alaikum wa afā ankum fal’āna bāsyirū hunna wabtaghū mā katabal lāhū lakum; wa kulū wasyrabū hattā yatabaiyana lakumul khaitul abyadu minal khaitil aswadi minal fajri summa atimmus Siyāma ilal layl; wa lā tubāsyirū hunna wa antum ākifūna fil masājid; tilka hudūdul lāhi falā taqrabūhā; kazālika yubaiyinul lāhu āyātihᴉᴉ linnāsi la’allahum yattaqūn188Wa lā tākulū amwālakum bainakum bilbātili wa tudlū bihã ilal hukkāmi litākulū farᴉᴉqam min amwālin nāsi bil ismi wa antum ta’lamūn189Yas’alūnaka anil ahillati qul hiya mawāqᴉᴉtu linnāsi wal Hajj; wa laisal birru bi an ta’tul buyūta min zuhūrihā wa lākinnal birra manit taqā; wa’tul buyūta min abwā bihā; wattaqullāha la’allakum tuflihūn190Wa qātilū fᴉᴉ sabᴉᴉlillāhil lazᴉᴉna yuqātilūnakum wa lā ta’tadũ; innal lāha lā yuhibbul mu’tadᴉᴉn191Waqtulūhum haisu saqif tumūhum wa akhrijūhum min haisu akhrajūkum; walfitnatu asyaddu minal qatl; wa lā tuqātilūhum indal Masjidil Harāmi hattā yaqātilūkum fᴉᴉhi fa in qātalūkum faqtulūhum; kazālika jazã’ul kāfirᴉᴉn192Fa ininn-tahaw fa innal lāha Ghafūrur Rahᴉᴉm193Wa qātilūhum hatta lā takūna fitnatunw wa yakūnad dᴉᴉnu lillāhi fa-inin tahaw falā udwāna illā alaz zālimᴉᴉn194Asy Syahrul Harāmu bisy Syahril Harāmi wal hurumātu qisās; famani’tadā alaikum fa’tadū alaihi bimisli ma’tadā alaikum; wattaqul lāha wa’lamũ annal lāha ma’al muttaqᴉᴉn195Wa anfiqū fᴉᴉ sabᴉᴉlil lāhi wa lā tulqū bi aydᴉᴉkum ilat tahlukati wa ahsinū; innal lāha yuhibbul muhsinᴉᴉn196Wa atimmul Hajja wal Umarata lillāh; fain uhsirtum famas taisara minal hadyi walā tahliqū ru’ūsakum hatta yablughal hadyu mahillah; faman kāna minkum marᴉᴉdan aw bihĩ azam mir ra’sihᴉᴉ fafidyatum min Siyāmin aw sadaqatin aw nusuk; fa izã amintum faman tamatta’a bil Umrati ilal Hajji famastaisara minal hadyi; famal lam yajid fa Siyāmu salāsti ayyāmin fil Hajji wa sab’atin izā raja’tum; tilka asyaratun kāmilah; zālika limal lam yakun ahluhū hādiril Masjidil Harām; wattaqul lāha wa’lamū annal lāha syadᴉᴉdul’iqāb197Al-Hajju asyhurum ma’-lūmāt; faman farada fᴉᴉhinnal hajja falā rafasa wa lā fusūqa wa lā jidāla fil Hajj; wa mā taf’alū min khairiny ya’lamhul lāh; wa tazawwadū fa inna khairaz zādit taqwā; wattaqūni yã ulil albāb198Laisa alaikum junāhun an tabtaghū fad lam mir rabbikum; fa izã afadtum min Arafātin fazkurul lāha indal-Masy’aril Harāmi waz kurūhu kamā hadākum wa in kuntum min qablihᴉᴉ laminad dãllᴉᴉn199Summa afᴉᴉdū min haisu afādan nāsu wastagh firullāh; innal lāha Ghafūr ur-Rahᴉᴉm200Fa-iza qadaitum manā sikakum fazkurul lāha kazikrikum ābã’akum aw asyadda zikrā; faminannāsi mai yaqūlu Rabbanã ātinā fiddunyā wa mā lahū fil Ākhirati min khalāq201Wa minhum mai yaqūlu rabbanã ātina fid dunyā hasanatanw wa fil ākhirati hasanatanw wa qinā azāban Nār202Ulã’ika lahum nasᴉᴉbum mimmā kasabū; wal lāhu sarᴉᴉ’ul hisāb203Wazkurul lāha fĩ ayyāmin ma’dūdātin; faman ta’ajjala fᴉᴉ yawmaini falã ismā alaihi wa man ta akhara falã isma alayhi; limanit-taqā; wattaqul lāha wa’lamũ annakum ilaihi tuhsyarūn204Wa minan nāsi mai yu’jibuka qawluhū fil hayātid dunyā wa yusyhidul lāha alā mā fᴉᴉ qalbihᴉᴉ wa huwa aladdulkhisām205Wa izā tawallā sa’ā fil ardi liyufsida fᴉᴉha wa yuhlikal harsa wannasl; wallāhu lā yuhibbul fasād206Wa izā qᴉᴉla lahuttaqil lāha akhazathul izzatu bil-ism; fahasbuhū jahannam; wa labi’sal mihād207Wa minan nāsi mai yasyrᴉᴉ nafsahub tighã’a mardātil lāh; wallāhu ra’ūfum bil’ibād208Yã ayyuhal lazᴉᴉna āmanud khulū fis silmi kãffatanw wa lā tattabi’ū khutuwātisy Syaitān; innahū lakum aduwwum mubᴉᴉn209Fa in zalaltum minba’di mā jã’atkumul baiyinātu fa’lamū annallāha Azᴉᴉzun hakᴉᴉm210Hal yanzurūna illã ai ya’tiya humul lāhu fᴉᴉ zulalim minal ghamāmi walmalã’ikatu wa qudiyal amr; wa ilal lāhi turja’ul umūr211Sal Banᴉᴉ Isrã’ᴉᴉla kam ātaināhum min āyatim baiyinah; wa mai yubaddil ni’matal lāhi mim ba’di mā jã’athu fa innallāha syadᴉᴉdul’iqāb212Zuyyina lillazᴉᴉna kafarul hayātud dunyā wa yaskharūna minal lazᴉᴉna āmanū; wallazᴉᴉnat taqaw fawqahum yawmal Qiyāmah; wallāhu yarzuqu mai yasyã’u bighairi hisāb;213Kānan nāsu ummatanw wāhidatan fab’asal lāhun Nabiyyᴉᴉna mubasysyirᴉᴉna wa munzirᴉᴉna wa anzala ma’ahumul kitāba bilhaqqi liyahkuma bainan nāsi fᴉᴉmakh talafū fᴉᴉh; wa makh talafa fᴉᴉhi illallazᴉᴉna ūtūhu mim ba’di mā jã’athumul baiyinātu baghyam bainahum fahadal lāhul lazᴉᴉna āmanū limakh talafū fᴉᴉhi minal haqqi bi iznih; wallāhu yahdᴉᴉ mai yasyã’u ilā Sirātim Mustaqᴉᴉm214Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lammā yā-tikum masalul lazᴉᴉna khalaw min qablikum massathumul bāsã’u waddarrãa’u wa zulzilū hattā yaqūlar Rasūlu wallazᴉᴉna āmanū ma’ahū matā nasrul lāh; alã inna nasral lāhi qarᴉᴉb215Yas’alūnaka māzā yunfiqūna qul mã anfaqtum min khairin falil wālidaini wal aqrabᴉᴉna walyatāmā wal masākᴉᴉni wabnis sabᴉᴉl; wa mā taf’alū min khairin fa innal lāha bihᴉᴉ Alᴉᴉm216Kutiba alaikumulqitālu wa huwa kurhullakum wa asã an takrahū syai’anw wa huwa khairullakum wa asã an tuhibbo syai’anw wa huwa syarrullakum; wallāhu ya’lamu wa antum lā ta’lamūn217Yas’alūnaka anisy Syahril Harāmi qitālin fᴉᴉhi qul qitālun fᴉᴉhi kabᴉᴉrunw wa saddun an sabᴉᴉlil lāhi wa kufrum bihᴉᴉ wal Masjidil Harāmi wa ikhrāju ahlihᴉᴉ minhu akbaru indal lāh; walfitnatu akbaru minal qatl; wa lā yazālūna yuqātilūnakum hatta yaruddūkum an dᴉᴉnikum inis tatā’ū; wa mai yartadid minkum an dᴉᴉnihᴉᴉ fayamut wahuwa kāfirun fa ulã’ika habitat a’māluhum fid dunyā wal ākhirati wa ulã’ika asyābun Nāri hum fᴉᴉhā khālidūn218Innal lazᴉᴉna āmanū wallazᴉᴉna hājarū wa jāhadū fᴉᴉ sabᴉᴉlil lāhi ulã’ika yarjūna rahmatal lāh; wallāhu Ghafūrur Rahᴉᴉm219Yas’alūnaka anilkhamri walmaisiri qul fᴉᴉhimã ismun kabᴉᴉrunw wa manāfi’u linnāsi wa ismuhumā akbaru min naf’ihimā; wa yas’alūnaka māza yunfiqūna qulil-afwa; kazālika yubaiyinul lāhu lakumul-āyāti la’allakum tatafakkarūn220Fid dunyā wal ākhirah; wa yas’alūnaka anil yatāmā qul islāhullahum khayr, wa in tukhālitūhum fa ikhwānukum; wallāhu ya’lamul mufsida minalmuslih; wa law syã’al lāhu la-a’natakum; innal lāha Azᴉᴉzun Hakᴉᴉm221Wa lātankihul musyrikāti hattā yu’minn; wa la amatum mu’minatun khairum mim musyrikatinw wa law a’jabatkum; wa lā tunkihul musyrikᴉᴉna hattā yu’minū; wa la’abdummu’minun khairum mimmusyrikinw wa law ajabakum; ulã’ika yad’ūna ilan Nāri wallāhu yad’ũ ilal Jannati walmaghfirati biiznihᴉᴉ wa yubaiyinu Āyātihᴉᴉ linnāsi la’allahum yatazakkarūn222Wa yas’alūnaka anil mahᴉᴉdi qul huwa azan fa’tazilun nisã’a fil mahᴉᴉdi wa lā taqrabū hunna hattā yathurna fa-izā tatah-harrna fātūhunna min haisu amarakumul lāh; innallāha yuhibbut Tawwābᴉᴉna wa yuhibbul mutatahhirᴉᴉn223Nisã’ukum harsullakum fātū harsakum annā syi’tum wa qaddimū li anfusikum; wattaqul lāha wa’lamũ annakum mulāqūh; wa basy syirilmu minᴉᴉn224Wa lā taj’alul lāha urdatal li aymānikum an tabarrū wa tattaqū wa tuslihū bainan nās; wallāhu Samᴉᴉ’un Alᴉᴉm225Lā yu’ākhi zukumul lāhu billaghwi fĩ aymā nikum wa lākiny yu’ākhi zukum bimā kasabat qulū bukum; wallāhu Ghafūrun Halᴉᴉm226Lillazᴉᴉna yu’lūna min nisã’ihim tarabbusu arba’ati asyhurin fain fã’ū fa innal lāha Ghafūrur Rahᴉᴉm227Wa in azamut talāqa fa innal lāha Samᴉᴉ’un Alᴉᴉm228Walmutallaqātu yatarab basna bi anfusihinna salāsata qurũ’; wa lā yahillu lahunna ai yaktumna mā khalaqal lāhu fĩ arhāminhinna in kunna yu’minna billāhi wal yawmil ākhir; wa bu’ūla tuhunna ahaqqu biraddihinna fᴉᴉ zālika in arādũ islāhā; wa lahunna mislul lazᴉᴉ alaihinna bilma’rūf; wa lirrijjāli alaihinna daraja; wallāhu Azᴉᴉzun Hakᴉᴉm229Attalāqu marratāni fa imsākum bima’rūfin aw tasrᴉᴉhum bi ihsān; wa lā yahillu lakum an tākhuzū mimmã ātaitumūhunna syai’an illã ai yakhāfã alla yuqᴉᴉmā hudūdallahi fa in khiftum allā yuqᴉᴉmā hudūdal lāhi falā junāha Alaihimā fᴉᴉmaf tadat bihᴉᴉ tilka hudūdul lāhi falā ta’tadūhā; wa mai yata’adda hudūdal lāhi fa ulã’ika humuzzā limūn230Fa in tallaqahā falā tahillu lahū mim ba’du hattā tankiha zawjan ghairah; fa in tallaqahā falā junāha alaihimã ai yatarāja’ã in zannã ai yuqᴉᴉmā hudūdal lā; wa tilka hudūdul lāhi yubaiyinuhā liqawminy ya’lamūn231Wa izā tallaqtumun nisã’a fabalaghna ajala hunna fa amsikūhunna bima’rūfin law sarrihū hunna bima’rūf; wa lā tumsikū hunna dirā rallita’tadū; wa mai yaf’al zālika faqad zalama nafsah; wa lā tattakhizũ āyātillāhi huzuwā; wazkurū ni’matal lāhi alaikum wa mã anzala alaikum minal kitābi wal hikmati ya’izukum bih; wattaqul lāha wa’lamũ annal lāha bikulli syai’in Alᴉᴉm232Wa izā tallaqtumun nisã’a fabalaghna ajalahunna falā ta’dulū hunna ai yankihna azwāja hunna izā tarādaw bainahum bilma’ rūf; zālika yū’azu bihᴉᴉ man kāna minkum yu’minu billāhi wal yawmil ākhir; zālikum azkā lakum wa at-har; wallāhu ya’lamu wa antum lā ta’lamūn233Walwā lidātu yurdi’na awlāda hunna hawlaini kāmilaini liman arāda ai yutimmar radā’ah; wa alalmawlūdi lahū rizqu hunna wa kiswatuhunna bilma’rūf; lātukallafu nafsun illā wus’ahā; lā tudãrra wālidatum biwaladihā wa lā mawlūdul lahū biwaladih; wa alal wārisi mislu zālik; fa in arādā Fisālan an tarādim minhumā wa tasyāwurin falā junāha alaihimā; wa in arattum an tastardi’ũ awlādakum falā junāha alaikum izā sallamtum mã ātaitum bilma’rūf; wattaqul lāha wa’lamũ annal lāha bimā ta’malūna basᴉᴉr234Wallazᴉᴉna yutawaffawna minkum wa yazarūna azwājai yatarabbasna bi anfusihinna arba’ata asyhurinw wa asyran fa izā balaghna ajalahunna falā junāha alaikum fᴉᴉmā fa’alna fĩ anfusihinna bilma’rūf; wallāhu bimā ta’malūna Khabᴉᴉr235Wa lā junāha alaikum fᴉᴉma arradtum bihᴉᴉ min khitbatin nisã’i aw aknantum fĩ anfusikum; alimal lāhu annakum satazkurūnahunna wa lākil lā tuwā’idūhunna sirran illã an taqūlū qawlamma’rūfā; wa lā ta’zimū uqdatan nikāhi hattā yablughal kitābu ajalah; wa’lamũ annal lāha ya’lamumā fĩ anfusikum fahzarūh; wa’lamũ annallāha Ghafūrun Halᴉᴉm236Lā junāha alaikum in tallaqtumun nisã’a mā lam tamassūhunna aw tafridū lahunna farᴉᴉdah; wa matti’hūhunna alal mūsi’i qadaruhū wa alal muqtiri qadaruhū matta’am bilma’rūfi haqqan alalmuhsinᴉᴉn237Wa in tallaqtumūhunna min qabli an tamassūhunna wa qad farad tum lahunna farᴉᴉdatan fanisfu mā faradtum illã ai ya’fūna aw ya’fuwallazᴉᴉ biyadihᴉᴉ uqdatunnikāh; wa an ta’fũ aqrabu littaqwā; wa lā tansawulfadla bainakum; innal lāha bimā ta’malūna Basᴉᴉr238Hāfizū alas salawāti was Salātil Wustā wa qūmū lillāhi qānitᴉᴉn239Fa in khiftum farijālan aw rukbānan fa izã amintum fazkurul lāha kamā allamakum mā lam takūnū ta’lamūn240Wallazᴉᴉna yutawaf fawna minkum wa yazarūna azwājanw wasiyyatal li azwājihim matā’an ilal hawlighaira ikhrāj; fa in kharajna falā junāha alaikum fᴉᴉ mā fa’alna fĩ anfusihinna min ma’rūf; wallāhu Azᴉᴉzun Hakᴉᴉm241Wa lilmutallaqāti matā’um bilma’rūfi haqqan alal muttaqᴉᴉn242Kazālika yubaiyinul lāhu lakum āyātihᴉᴉ la’allakum ta’qilūn243Alam tara ilal lazᴉᴉna kharajū min diyārihim wa hum ulūfun hazaral mawti faqãla lahumul lāhu mūtū summa ahyāhum; innal lāha lazū fadlin alannāsi wa lākinna aksarannāsi lā yasykurūn244Wa qātilū fᴉᴉ sabᴉᴉlil lāhi wa’lamũ annal lāha Samᴉᴉ’un Alᴉᴉm245Man zal lazᴉᴉ yuqridul lāha qardan hasanan fayudā ifahū lahū ad’āfan kasᴉᴉrah; wallāhu yaqbidu wa yabsutu wa ilaihi turja’ūn246Alam tara ilal malai mim Banĩ Isrã’ᴉᴉla mim ba’di Mūsã iz qālū li Nabiyyil lahumub as lanā malikan nuqātil fᴉᴉ sabᴉᴉlillāhi qāla hal asaitum in kutiba alaikumul qitālu allā tuqātilū qālū wa mā lanã allā nuqātila fᴉᴉ sabᴉᴉlil lāhi wa qad ukhrijnā min diyārinā wa abnã’inā falammā kutiba alaihimul qitālu tawallaw illā qalᴉᴉlam minhum; wallāhu alᴉᴉmum bizzālimᴉᴉn247Wa qāla lahum Nabiy yuhum innal lāha qad ba’asa lakum Tālūta malikā; qālũ annā yakūnu lahul mulku alainā wa nahnu ahaqqu bilmulki minhu wa lam yu’ta sa’atamminal māl; qāla innallāhas tafāhu alaikum wa zādahū bastatan fil’ilmi waljismi wallāhu yu’tᴉᴉ mulkahū mai yasyã’; wallāhu Wāsi’un Alᴉᴉm248Wa qāla lahum Nabiyyuhum inna Āyata mulkihĩ ai yātiyakumut Tābūtu fᴉᴉhi sakᴉᴉnatummir Rabbikum wa baqiyyatummimmā taraka Ālu Mūsa wa Ālu Hārūna tahmiluhul malã’ikah; inna fᴉᴉ zālika la Āyatal lakum in kuntum mu’minᴉᴉn249Falammā fasala Tālūtu biljunūdi qāla innal lāha mubtalᴉᴉkum binaharin faman syariba minhu falaisa minnᴉᴉ wa mallam yat’amhu fa innahū minnĩ illā manigh tarafa ghurfatam biyadih; fasyaribū minhu illā qalᴉᴉlamminhum; falammā jāwazahū huwa wallazᴉᴉna āmanū ma’ahū qālū lā tāqata lanal yawma bi Jālūta wa junūdih; qālallazᴉᴉna yazunnūna annahum mulāqul lāhi kam min fi’atin qalᴉᴉlatin ghalabat fi’atan kasᴉᴉratam bi iznil lāh; wallāhuma’as sābirᴉᴉn250Wa lammā barazū liJālūta wa junūdihᴉᴉ qālū Rabbanã afrigh alainā sabranw wa sabbit aqdāmanā wansurnā alal qawmil kāfirᴉᴉn251Fahazamūhum bi iznillāhi wa qatala Dāwūdu jālūta wa ātāhul lāhulmulka Wal Hikmata wa allamahū mimmā yasyã’; wa law lā daf’ullāhin nāsa ba’dahum biba’dil lafasadatil ardu wa lākinnal lāha zū fadlin alal’ālamᴉᴉn252Tilka Āyātul lāhi natlūhā alaika bilhaqq; wa innaka laminal mursalᴉᴉn NqJu.
  • 27p9aokafi.pages.dev/186
  • 27p9aokafi.pages.dev/496
  • 27p9aokafi.pages.dev/37
  • 27p9aokafi.pages.dev/303
  • 27p9aokafi.pages.dev/167
  • 27p9aokafi.pages.dev/441
  • 27p9aokafi.pages.dev/463
  • 27p9aokafi.pages.dev/279
  • am hasibtum an tadkhulul jannata